CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 19 November 2008

LIHAT DI SEKITAR KOTA...Wormo (toter)adalah salah satu seniman muda berbakat indonesia

URANFEST2007 @ pantai carnaval ancol

HALLOMONO#3


HALOMONO 3 @ RURU GALLERY pembukaan 11 Oktober 2008 / 17:00 pameran 13 Oktober - 25 Oktober 2008 / 11:00 - 21:00 Kurator : Indra Ameng Artis exhibition ; - Alberth Judianto - Kicky TOTER - Adeitameda - Light Project - Saleh Husein - Unboundkill - Ludmila Gaffar - Rendha Rais - Ika putranto - Varinnia Wibowo - Nadia Rachel Band Performance ; - Bondi Ned Hansel - Racun Kota - Motoric Mathematics - Arcade Playmate DJ ; - DJ LMS - DJ Kk elektrovirgoagogo - DJ LGB Starts @5pm, FREE ENTRY, 1 bottle beer only RP.10.000


LIPUTAN DJARUM BLACK URBAN ART JAKARTA 2008

Akhirnya sampai pula di acara Final Djarum Black Urban Art 2008 ini. Bertempat di atrium tengah Cilandak Town Square, dan diisi oleh beberapa DJ, serta bintang tamu utama adalah Rock N Roll Mafia.

Acara pameran yang sudah didatangi oleh pengunjung sejak Pukul 12.00 siang ini, ternyata membludak hingga 1500 orang lebih.

Acara demo oleh seniman – seniman Urban Art muda pun menjadi suatu ajang yang ditunggu – tunggu, baik hanya menggambar dengan spidol Xait dan Restu, atau dengan tagging oleh Tag02, merespon dengan kuas oleh The Popo dan Bujangan Urban, hingga demo modifikasi sepatu oleh Who Think Famous, mampu dijadikan sebagai hiburan serta edukasi. Ada juga papan interaktif yang memang dapat dijadikan papan apresiasi oleh seluruh pengunjung untuk menunjukan eksistensinya.

Sound system yang tidak maksimal, ternyata tidak menjadi halangan bagi para pengunjung untuk datang dan enjoy di sekitar panggung, sebagai hiburan pada saat itu kamu bisa mendengar beberapa lagu ‘mellow’ dari band Britpop ‘Telegraph’, beberapa lagu elektronik dengan bunyi – bunyian games Nintendo jaman dulu oleh ‘Arcade Playmate’, belum lagi lagu – lagu metal yang dikumandangkan di tengah Cilandak Town Square yang dilantunkan oleh DJ Arian13, ataupun lagu – lagu Drum’N Bass yang dimainkan oleh DJ Xonad dengan MC Freestyle Dimaz, ada juga performance khusus yaitu Fun Fair sepeda Low Rider dengan para dancer cewek yang battle dengan breaker cowok. Dipandu dengan MC Oom Leo dari Goodnight Electric yang bak kutu lompat nggak bisa diam, terakhir lantunan lagu – lagu yang memang enak untuk melantai oleh Rock’N Roll Mafia, serta tidak ketinggalan Visual Jockey oleh Uncle Joy yang datang jauh – jauh dari Bali.

Akhirnya kompetisi Djarum Black Urban Art 2008 dan Acara Final pun resmi ditutup setelah Pengunguman pemenang kompetisi. Hasil keputusan Dewan Juri yang memang tidak dapat diganggu gugat ini, memang ternyata disepakati oleh public.

Selamat bagi para pemenang Juara Favorit dari per kategori serta Juara Umum dari kompetisi Djarum Black Urban Art 2008. Berikut para pemenangnya

Juara Favorit Graffiti : Nala A Anindito

Juara Favorit Karakter Desain : Meizan R Nataadiningrat

Juara Favorit Vector Art : Rahmat Tri Basuki

Juara Favorit Customize Sneakers : Restu R

Juara Umum 3 : Agustian Inayatulloh

Juara Umum 2 : Ng Johnny

Juara Umum 1 : Yoga Mahendra


Buat kamu – kamu yang sudah ikutan tapi belum menang, jangan menyerah karena tahun depan bisa ikutan lagi, so sampai tahun depan, dan jangan lupa ‘Think Creative,Think Black’.


SEJARAH GRAFFITI

Istilah graffiti berasal dari bahasa Latin, yaitu graphium yang artinya menulis. Dari sebuah literatur disebutkan bahwa istilah ini awalnya dipakai para arkeolog untuk mendefinisikan tulisan-tulisan di bangunan kuno bangsa Mesir dan bangunan Romawi kuno.
Pada tahun 1970-an, di Amerika dan Eropa graffiti merambah ke wilayah urban sebagai jati diri gank yang banyak muncul di perkotaan. Akibatnya graffiti menjadi bermuatan provokasi terjadinya perang antar gank atau kelompok. Dengan demikian citra graffiti yang tidak baik itu menjadi momok bagi keamanan kota. Di negara-negara bagian Amerika sudah memiliki peraturan untuk melarang graffiti. Dengan demikian, di Amerika graffiti adalah ilegal sehingga para bombernya akan dikenakan sanksi yang tegas. Lain negara, lain pula ceritanya. Di Indonesia, graffiti sudah ada sejak zaman kemerdekaan. Pada zaman tersebut graffiti sering digunakan sebagai pengobar semangat perjuangan melawan penjajah. Seperti "MERDEKA ATOE MATI", "ALLAH AKBAR! MERDEKA" dan lain-lain. Sedangkan di era reformasi ini, kita juga sering melihat para aktifis atau demonstran yang tengah berdemo mambawa sepanduk graffitian yang isi tulisannya sesuai dengan isu yang mereka demokan. Kedepannya, entah graffiti akan menjadi media apa.

MURAL

Ketimbang program-program city beautification penuh slogan dalam komunikasi satu arah seperti banyak terjadi di kota-kota Indonesia, penciptaan mural di ruang publik terasa lebih efektif meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam upaya merancang visual kota berkualitas.
Yogyakarta Kota Mural. Kesan itu kuat melekat di Kota Gudeg yang telah melanggengkan kreasi mural di dinding-dinding sekujur kota dengan berpegang pada nilai sosial dan estetika setempat. Gerakan ini menjadi fenomena. Di sana ada pengakuan pemerintah kota dan keterlibatan segenap masyarakat dari kalangan seniman, anak sekolah, warga kampung hingga para pengamen kota. Inisiatif mereka membawa mural dari sekedar “seni lukis jalanan” hingga menjadi satu model kreatifitas yang mempercantik kota.
Seperti telah dijelaskan oleh Ir. Ikaputra, M Eng, Ph D dan Dyah Titisari Widyastuti, ST, MUDD dalam makalah Penciptaan Mural pada Ruang Publik Kota yang Berbasis Budaya dan Partisipasi Masyarakat: Studi Kasus Yogyakarta. Dari 30 titik penyebaran mural di kota Yogakarta, mural pertama yang mengawali gerakkan city beautification community participatory di Yogyakarta pada 1997 terdapat di kawasan Keraton dan Malioboro. Berlanjut terus hingga 2003 di lokasi-lokasi pinggir kota seperti Jalan Solo dan Parangtritis. Kawasan Keraton dan Malioboro sebagai start aksi, karena kedekatannya dengan tempat berkumpulnya komunitas seniman Apotik Komik pimpinan Samuel Indratma, sebagai penggagas gerakan.

Citra Estetika dari Masyarakat
Sebagai “seni jalanan”, mural bukan ditangkal malah digemari. Terbukti dari luasnya area penyebaran mural di Yogyakarta hingga area-area komersial, sekitar sarana pendidikan, perumahan, gang-gang kampung bahkan pada kolom-kolom dan bidang penyangga fly over. Tak heran bila seni mural telah memberi citra estetika tersendiri bagi wajah kota gudeg ini. Karena di samping proses legal yang dilalui para perupa mural lewat izin pemilik dinding atau pemerintah, ditambah adanya bentuk-bentuk kompromi dan jaminan kualitas karya dari para senimannya.
Cepat dan meluasnya gerakan ini juga akibat munculnya kesadaran akan manfaat pembelajaran melalui pesan-pesan sosial mural, seperti pesan anti narkoba, anti korupsi, atau kesenjangan sosial. Warga terasa menikmati peran serta nyata mereka atas upaya memperindah lingkungan, seraya mengekspresikan diri lewat pesan yang mereka sampaikan.

Alternatif Penataan Wajah Kota

Mural, seperti halnya graffiti, menggunakan dinding-dinding luar sebagai media atau kanvas ekspresi. Kesengajaan ini dilakukan untuk mengekspos karya ke publik seluas mungkin. Untuk tujuan itu umumnya kategori lokasi yang dipilih adalah tempat yang dianggap penting dan dikenal publik, mudah dilihat orang sambil lalu, atau mudah ditemui (diakses) di mana-mana. Namun berbeda dengan graffiti yang berisi tulisan atau tanda yang kurang jelas karena biasanya berupa pesan eksistensial anak muda kota belaka, karya mural cenderung merupakan karya kolase yang menggambarkan orang, tempat, dan kata-kata yang jelas mengungkap isu-isu yang berkembang luas di masyarakat.
Sebagai karya, mural menjadi alternatif penataan wajah kota yang terbilang berseberangan dengan tren penataan kota-kota modern yang mengutamakan indah dengan tampilan yang bersih. Dalam perkembangan kota-kota di dunia, mural seperti halnya graffiti, kental dengan asosiasi kota kumuh, representasi ketidakteraturan, mengurangi rasa aman, rentan kriminalitas, dan pada akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi kawasan kota bersangkutan. Namun di sisi lain, akibat orientasi pertumbuhan ekonomi juga, pergerakan ide komersialisme kota—lewat pemasangan billboard dan bentuk-bentuk iklan lainnya—nampak mendominasi di tiap sudut kota. Hal ini pada akhirnya juga memunculkan ketidakteraturan dalam bentuk lain. Bahkan menjauhkan masyarakat dari rasa kepemilikan ruang kotanya.
Di Yogyakarta mural terbukti hadir dalam proses penciptaan yang efektif melibatkan warga kota. Warga tergugah untuk bersama memformat wajah kota dalam estetika dan tema-tema sosial mereka. Dinding-dinding kota yang dulunya kosong, kusam, penuh coretan, kolong-kolong jembatan layang yang penuh sampah, kini menjadi lebih cantik dan menarik dilihat. Masyarakat menjadi pelaku nyata atas kotanya yang indah. (Rozak)